Selasa, 26 November 2013

Jadi Pengusaha Jangan Takut Ambil Risiko!



Ilustrasi. (Foto: askmen)

JAKARTA - Untuk mengembangkan kemampuan mahasiswa dalam berbisnis, Fakultas Teknologi Industri (FTI) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya mengadakan Kewirausahaan Fair (KWU Fair). Acara bertajuk First Step to be Entrepreneur itu terdiri atas open talk dan pameran kewirausahaan.

Salah satu pembicara dalam sesi open talk, yakni Bustanul Arifin Noer mengungkap, setiap orang memiliki ketakutan ketika akan memulai sebuah usaha. Ketakutan tersebut, lanjutnya, tergantung pada tingginya pendidikan yang ditempuh.

Dia menjelaskan, keberanian seseorang membuka usaha rata-rata 90 persen ketika SD, menginjak SMP turun menjadi 60 persen, dan begitu seterusnya. Ketika kuliah, seseorang lebih takut membuka usaha. ''Yang membedakan dari seorang entrepreneur adalah mereka berani mengambil risiko dan proaktif,'' tegas Arifin, seperti dikutip dari ITS Online, Selasa (26/11/2013).

Arifin menyatakan, ciri-ciri seorang entrepreneur sejati harus berpikir strategis, mampu mempertahankan usahanya lebih dari tiga tahun dan mengembangkannya. ''Selain itu, seorangentrepreneur harus fokus pada tindakan dan menguasai pengetahuan mengenai produknya,'' paparnya.

Dosen Teknik Industri ITS itu menambahkan, ITS memiliki sebuah lembaga bernama Inkubator Bisnis yang bernaung di bawah LPPM. Inkubator Bisnis merupakan sebuah lembaga dalam institusi yang telah diakui secara nasional.

Inkubator Bisnis itu, katanya, dapat membantu segenap civitas academica yang terjun ke dunia wirausaha namun belum mandiri. ''Fungsinya untuk membantu mahasiswa maupun alumni ITS yang telah berani memulai usahanya namun dalam perjalanannya masih terseok-seok,'' terang Arifin.

Ketika disinggung mengenai Asia Pasific Economic Cooperation (APEC), Arifin mengaku tidak ada kendala berarti bagi entrepreneur. Akan lebih banyak orang asing yang masuk ke Indonesia dan jenis pekerjaan lebih beragam yang menjadi pembeda nantinya.

"Tantangannya, kita harus legowo untuk belajar. Belajar budaya mereka, belajar cara mereka berbisnis, dan pangsa pasarnya. Kita harus lebih siap untuk mengamati secara cermat peluang bisnisnya," tutupnya. (ade) 



Selasa, 26 November 2013 07:08 wib
Margaret Puspitarini - Okezone

sumber: okezone.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar